KRITERIA KENAIKAN KELAS KURIKULUM MERDEKA

Assalamulaikum Wr. Wb.

Halo Sahabat GTK yang semoga sehat wal afiat dan tetap semangat dalam mengemban tugas di dunia Pendidikan.

Pada postingan ini saya akan mencoba mengajak kita semua untuk sama-sama belajar mehami tentang kriteria kenaikan kelas pada Kurikulum Merdeka. 

Mungkin ada pertanyan yang timbul dari Bapak/Ibu Guru tentang aturan kenaikan kelas, apakah pada kurikulum merdeka semua siswa harus dinaikan atau boleh tidak menaikan siswa? 

kriteria kenaikan kelas kurikulum merdeka
Kriteria kenaikan kelas pada kurikulum merdeka



Pertanyaan - pertanyaan tentang penentuan syarat kenaikan kelas sudah terjawab lengkap pada buku Panduan Pembelajaran Asesmen (PPA) Kurikulum Merdeka untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SMK revisi tahun 2022. Untuk filenya saya lampirkan di akhir tulisan ini.

Baiklah kita langsung saja menuju penjelasannya. Owh iya sebelum lanjut perlu saya sampaikan terlebih dahulu kalau ini saya mengutip dan saya sajikan dalam bentuk postingan blog agar mudah nyaman untuk dibaca.

A. Mekanisme Kenaikan Kelas Kurikulum Merdeka

Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas.

Penentuan kenaikan kelas dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang mencerminkan pencapaian peserta didik pada semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler serta prestasi lain selama 1 (satu) tahun ajaran.

Untuk menilai pencapaian hasil belajar peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan kelas dapat berdasarkan penilaian sumatif. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik untuk kenaikan kelas dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan 👉     kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.

Pembelajaran terdiferensiasi sesuai tahap capaian peserta didik menjadi salah satu praktik yang dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka.

Penggunaan fase dalam  Capaian Pembelajaran adalah salah satu alasan mengapa peserta didik dapat terus naik kelas bersama temanteman sebayanya meskipun ia dinilai belum sepenuhnya mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam Capaian Pembelajaran di fase sebelumnya atau tujuan pembelajaran yang ditargetkan untuk dicapai pada kelas tersebut.

Ilustrasi berikut diharapkan dapat menjelaskan  bagaimana proses belajar dalam suatu fase dan lintas fase dapat berjalan seiring dengan kenaikan kelas.

Ilustrasi 1: kenaikan kelas dalam fase yang sama. 

Sebagaimana dijelaskan dalam Bab III, pendidik menyusun alur tujuan pembelajaran dalam satu fase secara kolaboratif. 

Sebagai contoh, guru Kelas III perlu berkolaborasi dengan guru Kelas IV dalam menyepakati alur tujuan pembelajaran yang akan digunakan.

Mereka kemudian menyepakati tujuan-tujuan pembelajaran mana yang perlu dicapai di Kelas III, dan tujuan pembelajaran mana yang akan dipelajari di Kelas IV.



Ketika ada peserta didik yang tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu hingga akhir tahun ajaran di Kelas III, maka guru kelas III perlu menyampaikan hal tersebut kepada guru Kelas IV agar pembelajaran di kelas IV tersebut dapat menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. 

Selain itu, pada awal tahun ajaran guru pun dianjurkan untuk melakukan asesmen di awal pembelajaran untuk mengidentifikasi kesiapan peserta didik. Dengan demikian, peserta didik tadi dapat terus naik kelas, tidak perlu tinggal kelas di Kelas III.


Ilustrasi 2: kenaikan kelas antara dua fase yang berbeda. 

Contoh lain adalah kenaikan kelas dari Kelas IV (Fase B) ke Kelas V (Fase C).

Apabila terdapat peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam Fase B, hal ini perlu diidentifikasi oleh guru Kelas V sejak awal tahun ajaran. 

CP belum tercapai



Informasi tentang tahap capaian peserta didik ini perlu dikomunikasikan oleh guru Kelas IV, dan juga diidentifikasi melalui asesmen di awal pembelajaran Kelas V. 

Untuk peserta didik yang belum menuntaskan Fase B, pendidik dapat mengulang konsep atau materi pelajaran yang belum dikuasai peserta didik sebelum peserta didik tersebut mempelajari materi yang terkandung dalam Capaian Pembelajaran Fase C. 

Dengan demikian, peserta didik dapat terus naik kelas.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa satuan pendidikan tidak perlu menentukan kriteria dan mekanisme kenaikan kelas. Kenaikan kelas dilaksanakan secara otomatis (automatic promotion).

Pembelajaran dilaksanakan menggunakan prinsip mastery learning yang sangat sesuai dengan pembelajaran berdiferensiasi atau pembelajaran sesuai tahap capaian (teaching at the right level).

Setiap peserta didik mempelajari tujuan pembelajaran yang sama dalam setiap pertemuan, namun bagi peserta didik yang tidak dapat mencapai kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran perlu ditindaklanjuti dengan memberikan perlakukan khusus agar dapat mencapainya.

Dengan kata lain, tindakan untuk peserta didik yang berisiko tidak seharusnya menunggu hingga tahun ajaran, tetapi perlu segera diberikan.

B. Siswa Tidak Naik Kelas

Apabila terdapat tujuan pembelajaran pada mata pelajaran tertentu yang tidak tercapai sampai saatnya kenaikan kelas, maka pada rapor peserta didik tersebut dituangkan nilai aktual yang dicapai dan dideskripsikan bahwa peserta didik tersebut masih memiliki tujuan pembelajaran yang perlu ditindaklanjuti di kelas berikutnya

Dalam proses penentuan peserta didik tidak naik kelas, perlu dilakukan musyawarah dan pertimbangan yang matang sehingga opsi tidak naik kelas menjadi pilihan paling akhir apabila seluruh pertimbangan dan perlakuan telah dilaksanakan.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa tinggal kelas tidak memberikan manfaat signifikan untuk peserta didik, bahkan cenderung memberikan dampak buruk terhadap persepsi diri peserta didik (Jacobs & Mantiri, 2022; OECD, 2020; Powell, 2010).

Di berbagai negara, kebijakan tinggal kelas secara empiris tidak meningkatkan prestasi akademik peserta didik, terutama yang mengalami kesulitan belajar.

Dalam survei PISA 2018, skor capaian kognitif peserta didik yang pernah tinggal kelas secara statistik lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak pernah tinggal kelas (OECD, 2021).

Hal ini menunjukkan bahwa mengulang pelajaran yang sama selama satu tahun tidak membuat peserta didik memiliki kemampuan akademik yang setara dengan teman-temannya, melainkan tetap lebih rendah.

Hal ini dimungkinkan karena yang dibutuhkan oleh peserta didik tersebut adalah pendekatan atau strategi belajar yang berbeda, bantuan belajar yang lebih intensif, waktu yang sedikit lebih panjang, namun bukan mengulang seluruh pelajaran selama setahun.

Dalam hal terjadi kasus luar biasa, jika terdapat banyak mata pelajaran yang tidak tercapai oleh peserta didik dan/atau terkait isu sikap dan karakter peserta didik, maka satuan pendidikan dapat menetapkan mekanisme untuk menetapkan peserta didik tidak naik kelas. 

Namun demikian, keputusan ini sebaiknya dipertimbangkan dengan sangat hati-hati mengingat dampaknya terhadap kondisi psikologis peserta didik.


Selain itu, tinggal kelas juga memberatkan secara ekonomi. Hasil tes PISA 2018 menunjukkan bahwa di berbagai negara, mayoritas siswa yang pernah tidak naik kelas adalah siswa dari keluarga kelas menengah ke bawah (OECD, 2020). 

Ketika mereka tinggal kelas, biaya untuk mengulang satu tahun belajar memberatkan keluarga sehingga mereka semakin rentan putus sekolah.

Dengan demikian, kebijakan tidak naik kelas adalah kebijakan yang tidak efisien. Peserta didik harus mengulang semua mata pelajaran untuk jangka waktu satu tahun penuh, padahal mungkin bukan itu yang menjadi kebutuhan belajar mereka. 

C. Alternatif Solusi Siswa Tidak Naik Kelas

Berikut ini adalah contohcontoh isu yang biasanya menjadi faktor pendorong keputusan tidak naik kelas, serta alternatif solusi yang lebih sesuai dengan perkembangan dan kesejahteraan (well-being) peserta didik.
Contoh isu:
Peserta didik mempunyai tujuan pembelajaran yang belum tuntas (ada tujuan-tujuan pembelajaran yang hasilnya belum memenuhi pencapaian minimum).
Pertimbangan yang bisa diambil sekolah
Dapat dipertimbangkan naik di kelas berikutnya dengan pendampingan tambahan untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran yang belum tercapai/tuntas.

Contoh isu:
Peserta Didik mempunyai masalah absen/ketidakhadiran yang banyak (Banyaknya jumlah ketidakhadiran disepakati oleh Satuan Pendidikan)
Pertimbangan yang bisa diambil sekolah
Dapat dipertimbangkan dengan mengetahui alasan ketidakhadiran. Jika peserta didik tidak hadir karena kondisi keluarga (siswa yang membantu orang tua bekerja karena alasan ekonomi) atau masalah kesehatan peserta didik, maka dapat dipertimbangkan naik dengan catatan khusus.

Jika alasan ketidakhadiran karena “malas”, meskipun kecil kemungkinan untuk naik kelas; peserta didik tetap dapat dipertimbangkan naik dengan catatan di rapor bagian sikap yang perlu ditindaklanjuti di kelas berikutnya. Misalnya permasalahan ketidakhadiran harus diselesaikan dalam jangka waktu satu tahun dengan cara konseling atau behavior treatment lain.

Khusus permasalahan ketidakhadiran, wali kelas harus dapat mendeteksi permasalahan ini sedini mungkin, sehingga tidak terjadi penumpukan jumlah ketidakhadiran dari peserta didik di akhir semester.

Contoh isu:
Keterlambatan psikologis, perkembangan, dan/atau kognitif
Pertimbangan yang bisa diambil sekolah
Bisa dipertimbangkan untuk naik kelas dengan catatan peserta didik perlu mendapat bimbingan dalam memahami pelajaran dan/ atau mendapatkan layanan konseling

D. Penutup

Dari apa yang saya pahami dari uraian yang ada diatas bahwa pada Kurikulum Merdeka diharapkan tidak ada siswa yang tidak naik kelas, semua naik kelas walaupun dengan alasan yang cukup berputar-putar. 

Tapi intinya itu, pada kurikulum merdeka tidak boleh ada siswa tinggal kelas. 
Untuk menambah referensi bisa menonton video yang saya sematkan di bawah ini:



Bagaimana menurut pendapat Anda? sampaikan di kota komentar ya...

Sebagai tambahan kalau tidak salah pada juknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMP, SMA, juga ada batas maskimal usia. Jadi munkin memang benar jika banyak tidak naik kelas maka nantinya bisa melebihi batas persyaratan PPDB dan akhirnya malah putus sekolah. 


Terima kasih atas perhatianya

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Sumber:
https://youtu.be/wZnHCBzV09k
Nir Singgih
Nir Singgih Seorang operator sekolah yang ingin berpartisipasi memajukan pendidikan dengan membantu Bapak/Ibu Guru membuat administrasi dan menyajikan data valid.

2 komentar untuk "KRITERIA KENAIKAN KELAS KURIKULUM MERDEKA"

  1. secara umum mudah dilakukan, namun masih banyak kondisi di lapangan yang sangat berbeda. seorang anak jarang masuk sekolah bahkan dikatakan tidak masuk sekolah karena alasan membantu ekonomi keluarga pada semester ganjil sempat sekolah sekitar 2 minggu dan semester genap bahkan hampir tak pernah muncul di sekolah, namun di akhir tahun ajaran (bulan Mei) masuk lagi ingin sekolah. Bagaimana menghadapi dilema yang seperti ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul ada delima tersendiri. Kalau udah seperti itu untuk memantabkan keputusan bisa berkonsultasi dulu dengan Kepala Sekolah atau munkin dengan Pengawas Sekolah.

      Hapus

1. Silahkan tulis menggunakan tata bahasa yang baik.
2. Semua komentar kami baca, namun tidak semua dapat dibalas harap maklum.
3. Beri tanda centang pada "Beri tahu saya" untuk pemberitahuan jika komentar Anda telah kami balas.

Sahabat GTK