Rangkuman Modul 3 Konsep Dasar Kecerdasan Artifisial (KA) Jenjang SD
Assalamaualaiikum Wr. Wb.
Salam sehat dan bahagia sahabat GTK semuanya.
Kila lanjut untuk membuat rangkuman Modul 3 Konsep Dasar Kecerdasan Artifisial (Fase C) (Bimbingan Teknis Guru Koding dan Kecerdasan Artifisial Jenjang SD)
![]() |
Cover Modul 3 Konsep Dasar Kecerdasan Artifisial Jenjan SD |
Merupakan kelanjutan dari:
Rangkuman Modul 2 Berpikir Komputasional sebagai Dasar Koding dan
Kecerdasan Artifisial
A. Konsep Dasar Kecerdasan Artifisial
1. Definisi Kecerdasan Artifisial
Kecerdasan Artifisial (KA) adalah cabang ilmu dan rekayasa yang
bertujuan menciptakan mesin atau program komputer yang cerdas. Istilah ini
pertama kali muncul pada tahun 1956 dalam lokakarya di Dartmouth College.
Menurut para ahli seperti Russell dan Norvig, KA adalah sistem yang mampu
berpikir, bertindak seperti manusia, atau membuat keputusan secara rasional
berdasarkan data.
KBBI mendefinisikannya sebagai program yang meniru kecerdasan manusia.
Secara praktis, KA memungkinkan komputer belajar dari data,
mengenali pola, dan membuat keputusan sendiri—misalnya, merekomendasikan video
di media sosial berdasarkan kebiasaan pengguna.
Kesimpulan
sederhananya: KA adalah teknologi yang membuat komputer bisa belajar dari
pengalaman dan menjalankan tugas tanpa selalu menunggu perintah manusia.
2. Karakteristik Kecerdasan Artifisial (KA)
Kecerdasan Artifisial memiliki beberapa karakteristik utama yang membedakannya
dari teknologi biasa, yaitu:
1. Belajar dari Data
(Machine Learning): KA mampu meningkatkan kemampuannya seiring
banyaknya data yang dipelajari. Contohnya, YouTube merekomendasikan video
berdasarkan riwayat tontonan pengguna.
2. Beradaptasi dan
Meningkatkan Performa: KA bisa menyesuaikan diri dari pengalaman, seperti
Google Maps yang semakin akurat memprediksi waktu tempuh berdasarkan lalu
lintas.
3. Bekerja dengan Algoritma dan Model Prediktif: KA menggunakan langkah-langkah matematis untuk memprediksi kejadian berdasarkan pola data, misalnya dalam aplikasi cuaca atau e-commerce.
4. Mengenali Pola dan Membuat Keputusan Otomatis: KA dapat menemukan
pola tersembunyi dalam data dan mengambil keputusan secara otomatis, seperti
mengenali wajah di media sosial atau mendeteksi penipuan perbankan.
Kesimpulan: KA mampu belajar, menyesuaikan diri, mengenali pola, dan membuat keputusan otomatis berdasarkan data, meskipun tidak memiliki akal atau emosi seperti manusia.
3. Macam-Macam Kecerdasan Artifisial (KA)
Kecerdasan Artifisial memiliki berbagai jenis teknologi yang
dikategorikan berdasarkan cara kerja dan fungsinya, antara lain:
1.
Natural Language Processing (NLP): Memungkinkan KA memahami dan menghasilkan teks seperti manusia. Contoh:
chatbot, Google Translate, Otter AI.
2.
Speech Recognition: Mengubah suara menjadi teks atau perintah.
Contoh: asisten virtual seperti Google Assistant.
3.
Image Recognition and Processing: Mengenali gambar, wajah, tulisan tangan. Contoh: Google Lens, Face ID.
4.
Autonomous Agents: KA yang bekerja sendiri tanpa campur tangan
manusia. Contoh: mobil otonom seperti Tesla.
5.
Affect Detection: Mendeteksi emosi manusia dari ekspresi wajah, suara, atau teks. Contoh:
teknologi Affectiva.
6.
Data Mining for Prediction: Menganalisis data besar untuk
membuat prediksi, seperti dalam bidang kesehatan atau keuangan.
7.
Kreativitas Artifisial (KA Generatif): Mampu menciptakan teks,
gambar, musik, atau video baru. Contoh: ChatGPT, DALL·E, This Person Does Not
Exist.
Kesimpulan: Setiap jenis KA memiliki fungsi dan penerapan yang berbeda, dari
memahami bahasa hingga menghasilkan karya kreatif. KA Generatif menjadi salah
satu teknologi paling populer dan bermanfaat dalam pendidikan karena mendukung
personalisasi pembelajaran dan kreativitas siswa.
4. Cara Kerja Kecerdasan Artifisial (KA)
Cara kerja KA mirip seperti manusia belajar, yang terdiri dari tiga tahap
utama:
1. Masukan (Data): KA memerlukan data sebagai bahan
belajar, seperti gambar, suara, teks, atau riwayat aktivitas. Contohnya, KA
dilatih mengenali kucing dengan melihat ribuan gambar kucing.
2.
Proses (Pelatihan Model): KA mempelajari pola dari data menggunakan
teknik seperti machine learning atau deep learning. Model ini
seperti "otak buatan" yang belajar dari pengalaman.
3.
Luaran (Prediksi dan Output): Setelah dilatih, KA dapat membuat
keputusan atau prediksi, misalnya merekomendasikan lagu di Spotify atau
memprediksi kemacetan di Google Maps.
Penting:
KA sangat bergantung pada kualitas data. Jika data yang diberikan salah, tidak cukup, atau bias, maka hasilnya bisa
tidak akurat. Oleh karena itu, manusia tetap diperlukan untuk mengawasi,
mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja KA.
Kesimpulan: KA bekerja dengan belajar dari data, memproses pola melalui model, dan menghasilkan output, tapi hasilnya sangat tergantung pada data yang digunakan.
Coba melatih KA sendiri menggunakan gambar atau suara
https://studio.code.org/courses/oceans/units/1/lessons/1/levels/1?lang=id-ID
5. Limitasi Kecerdasan Artifisial (KA)
Meskipun KA memiliki banyak keunggulan, teknologi ini tetap memiliki
keterbatasan penting:
1.
Tidak Memiliki Kreativitas dan Perasaan: KA hanya menghasilkan karya
berdasarkan pola dari data yang ada, bukan dari imajinasi atau pemahaman
emosional seperti manusia.
2.
Terbatas dalam Memahami Konteks: KA bisa meniru perilaku manusia, tapi
tidak benar-benar memahami makna atau konteks secara mendalam.
3.
Tergantung pada Data: KA hanya sebaik data yang digunakannya. Jika
datanya tidak lengkap, bias, atau keliru, maka hasil KA juga akan tidak akurat
atau bahkan merugikan. Contoh: sistem pengenalan wajah yang bias terhadap
warna kulit.
4. Tidak Mandiri: KA tidak bisa berpikir atau
menemukan hal baru tanpa data dan pelatihan dari manusia.
Kesimpulan: KA adalah alat bantu yang kuat, tetapi tidak bisa menggantikan kecerdasan, empati, dan penilaian manusia. Penggunaan KA harus diawasi agar tetap etis, adil, dan bermanfaat.
B. Etika Kecerdasan Artifisial
1. Alasan KA menjadi Bagian Penting dalam Kehidupan Abad 21
Kecerdasan Artifisial (KA) menjadi bagian penting dalam kehidupan abad ke-21 karena telah terintegrasi dalam berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, keuangan, dan lingkungan.
KA mampu menganalisis data dalam jumlah besar dengan cepat dan akurat, membantu pengambilan keputusan, serta meningkatkan efisiensi kerja.
Contohnya, di bidang kesehatan, KA digunakan untuk diagnosis dini dan pengembangan obat; dalam transportasi, untuk sistem navigasi dan parkir otomatis; di pendidikan, KA memungkinkan pembelajaran yang adaptif dan sesuai kebutuhan masing-masing siswa; sedangkan di bidang lingkungan, KA membantu memantau perubahan iklim dan mengelola sampah.
Dengan kemampuannya mendorong inovasi, KA menjadi katalis penting dalam transformasi digital. Namun, pemanfaatannya tetap perlu disertai kebijakan yang tepat agar teknologi ini digunakan secara etis dan bertanggung jawab.
2. Prinsip-prinsip Penting dalam Menggunakan Kecerdasan Artifisial secara Bertanggung Jawab
Penggunaan Kecerdasan Artifisial (KA), khususnya KA generatif, semakin meluas dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi ini hadir dalam berbagai bentuk, seperti chatbot, sistem rekomendasi, hingga pembuatan konten otomatis yang kini banyak dimanfaatkan dalam bidang pendidikan, kesehatan, bisnis, dan hiburan. Namun, pemanfaatan KA tidak lepas dari risiko seperti bias algoritma, pelanggaran privasi, dan pengambilan keputusan yang tidak adil.
Hal ini dapat menimbulkan kerugian jika tidak disertai dengan pengawasan dan
kebijakan yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan
prinsip-prinsip etika agar KA digunakan secara bertanggung jawab dan
benar-benar memberi manfaat, terutama dalam konteks pendidikan yang melibatkan
interaksi langsung dengan peserta didik.
Prinsip pertama adalah transparansi.
Artinya, proses pengambilan keputusan oleh KA harus dapat dijelaskan secara
terbuka dan dimengerti oleh manusia. KA tidak boleh menjadi sistem “kotak
hitam” yang tidak bisa dilacak dasar keputusannya. Misalnya, dalam sistem
penilaian otomatis, siswa dan guru harus tahu mengapa hasil tertentu
diberikan. Dengan transparansi, kesalahan dapat diidentifikasi dan diperbaiki,
serta mencegah ketergantungan buta terhadap mesin.
Prinsip kedua adalah akuntabilitas, yaitu memastikan bahwa ada pihak yang bertanggung jawab atas hasil yang
dikeluarkan oleh KA. Karena KA tidak bisa bertanggung jawab sendiri, maka
pengembang, penyedia layanan, atau institusi pengguna harus mengambil tanggung
jawab penuh jika terjadi kesalahan. Dalam dunia medis, misalnya, jika KA salah
dalam mendiagnosis, maka dokter atau penyedia sistem tetap wajib mengevaluasi
dan bertanggung jawab atas dampaknya. Hal ini penting untuk menjaga
kepercayaan publik dan menjamin keadilan dalam penggunaan teknologi.
Prinsip
ketiga adalah keadilan dan nondiskriminasi. KA belajar dari data yang
dikumpulkan manusia. Jika data tersebut tidak mewakili semua kelompok secara
adil, maka KA bisa menghasilkan keputusan yang bias. Misalnya, sistem
pengenalan wajah yang hanya akurat untuk wajah berkulit terang karena datanya
tidak beragam. Dalam pendidikan, ini bisa berarti sistem KA yang hanya sesuai
dengan gaya belajar siswa tertentu. Untuk itu, penting bagi pengembang
memastikan bahwa data pelatihan KA bersifat inklusif dan representatif, guna
mencegah diskriminasi dan ketidakadilan.
Prinsip keempat adalah
perlindungan privasi. Banyak sistem KA mengandalkan data pribadi untuk
memberikan layanan terbaik. Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, data tersebut
bisa bocor, disalahgunakan, atau dipantau tanpa sepengetahuan pengguna.
Contohnya adalah aplikasi pembelajaran atau media sosial yang melacak
kebiasaan pengguna untuk menampilkan konten atau iklan tertentu. Maka,
pengguna harus diberi kontrol atas datanya, dan penyedia layanan harus
menjamin keamanan serta penggunaan data yang etis dan transparan.
Keempat
prinsip ini transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan privasi adalah fondasi
penting dalam memastikan penggunaan KA tetap bermanfaat, adil, dan aman bagi
semua orang. Penerapan prinsip-prinsip ini mencegah kerugian, penyalahgunaan,
serta memperkuat kepercayaan publik terhadap teknologi. Terutama di lingkungan
sekolah, prinsip-prinsip ini sangat penting untuk melindungi peserta didik dan
memastikan bahwa teknologi menjadi alat bantu, bukan pengganti, dalam proses
pembelajaran yang beretika dan bermakna.
C. Penutup
Demikanlah yang bisa saya rangukman dari modul 3 konsep dasar kecerdasan artifisial jenjang SD.
Lebih lengkap langsung lihat modul yang saya lampirkan berikut ini:
Tambahan:
Semoga bermanaat
Wassalamualaikum Wr. WB.
Sumber Referensi:
- Modul 3 Konsep Dasar Kecerdasan Artifisial (Fase C) (Bimbingan Teknis Guru Koding dan Kecerdasan Artifisial Jenjang SD) Kemendikdasmen 2025
- https://youtu.be/3XOX114hGSo?si=1MOXdK2T4I5rHsHs
- https://chatgpt.com/
Posting Komentar
2. Semua komentar kami baca, namun tidak semua dapat dibalas harap maklum.
3. Beri tanda centang pada "Beri tahu saya" untuk pemberitahuan jika komentar Anda telah kami balas.