Rangkuman Modul 1 Mata Pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial pada Kurikulum Nasional

Daftar Isi

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sehat dan bahagia sahabat GTK semua...

Pada kesempatan ini saya ingin mengajak diri saya sendiri dan Anda untuk mempelajarai Modul 1 Mata Pelajaran Koding dan Keserdasan Artiisial pada Kurikulum Nasional dengan cara membuat rangkumannya

Rangkman Modul 1 Koding dan KA SD
Ilustrasi Rangkman Modul 1 Koding dan KA SD

 

Karena saya percaya dengan membuat rangkuman maka mendapatkan otomatis membaca keseluruhan buku, walaupun sebenarnya bisa juga meminta bantuan AI untuk merangkumkan. hehe

A. Pendahuluan

Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan digital adalah dengan memperkuat literasi digital, koding, dan kecerdasan artifisial (KA) dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, yang tidak hanya bertujuan meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia di tingkat global, tetapi juga mendukung percepatan pembangunan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.

Melihat keberhasilan negara-negara seperti Singapura, India, Tiongkok, Australia, dan Korea Selatan dalam mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA ke dalam sistem pendidikan mereka, Indonesia perlu mengambil langkah strategis agar tidak tertinggal dalam revolusi digital global melalui adaptasi kurikulum berbasis teknologi, pelatihan intensif bagi guru, dan pemerataan akses infrastruktur digital di seluruh daerah. 

Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) yang telah diterapkan di berbagai negara dapat diadopsi untuk mendorong kreativitas dan inovasi peserta didik dalam memecahkan masalah menggunakan teknologi, sehingga kebijakan pendidikan yang dirancang sesuai karakter dan kebutuhan Indonesia akan mampu mencetak generasi yang tidak hanya unggul di tingkat nasional dan internasional, tetapi juga siap menghadapi tantangan industri masa depan.

B. Mata Pelajaran Koding dan KA

Tujuan:

  1. Terampil berpikir komputasional untuk menciptakan solusi atau penyelesaianpersoalan secara logis, sistematis, kritis, analitis, dan kreatif;
  2. Cakap dan bijak sebagai warga masyarakat digital yang literat, produktif, beretika, aman, berbudaya dan bertanggungjawab;
  3. Terampil mengelola dan memanfaatkan data;
  4. Terampil berkarya dengan menghasilkan rancangan atau program melalui proses
  5. Koding dan pemanfaatan kecerdasan artifisial.

Karakteristik:

  1. Menanamkan etika (keadaban) sebagai fondasi bagi penguasaan kompetensi di semua jenjang.
  2. Pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan situasi yang dihadapi peserta didiksehari-hari dan permasalahan yang terjadi di masyarakat/lingkungan sekitar.
  3. Pembelajaran dapat dilaksanakan secara internet-based, plugged, dan unplugged.
  4. Penggunaan pendekatan human-centered di mana manusia sebagai fokus dalam pembelajaran, pemanfaatan, dan pengembangan KA.
  5. Menekankan penguasaan kompetensi pra-dasar pada jenjang SD sebagai bekal bagi pembelajaran Informatika serta Koding dan KA di jenjang SMP.
  6. Praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat dasar pada jenjang SMP.
  7. Praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat menengah dan lanjut pada jenjang SMA/SMK

Elemen Koding dan KA

Elemen Deskripsi
Berpikir Komputasional Keterampilan problem solving yang berjenjang melalui pemodelan dan simulasi untuk menghasilkan solusi efektif, efisien, dan optimal yang dapat dijalankan oleh manusia atau mesin, meliputi penalaran logis, kritis, dan kreatif berdasarkan data, baik secara mandiri maupun berkolaborasi.
Literasi Digital Kecakapan bermedia digital dengan fokus pada produksi dan diseminasi konten digital, dengan memahami etika dan keamanan digital.
Literasi dan Etika Kecerdasan Artifisial Mengetahui konsep dasar KA, bagaimana KA bekerja, manfaat dan dampak KA, serta sikap kritis dan etika dalam pemanfaatan KA.
Pemanfaatan dan Pengembangan Kecerdasan Artifisial Kemampuan memanfaatkan KA untuk penyelesaian masalah dan peningkatan efisiensi, serta menciptakan dan memperbaiki sistem KA.
Algoritma Pemrograman Mengembangkan solusi dari berbagai persoalan dengan membaca bermakna dan menulis teks algoritmik terstruktur (logis, sistematis, bertahap, konvergen, dan linier) menjadi kumpulan instruksi berdasarkan paradigma pemrograman yang menaik secara bertahap dan berjenjang, dapat dikerjakan secara mandiri atau berkolaborasi dengan yang lain.
Analisis Data Kemampuan untuk menstrukturkan, menginput, memproses (antara lain menganalisis, mengambil kesimpulan, membuat keputusan, dan memprediksi), dan menyajikan data.


Mapel KKA yang sifatnya pilihan dan spesifik bagi sekolah yang memiliki kemampuan, lebih diarahkan untuk bisa membangun keterampilan praktis bagi peserta didik sehingga aktivitasnya tidak berhenti dalam kegiatan unplugged namun bisa eksplorasi lebih jauh dengan aktivitas plugged menggunakan berbagai perangkat baik yang tersambung ke internet maupun tidak.

C. Konsep Keilmuan Koding dan Kecerdasa Artifisial serta Implementasinya

Koding adalah proses mengonversi keinginan manusia menjadi format yang dapat
dipahami oleh komputer menggunakan bahasa pemrograman. Koding juga merujuk
pada sub-aktivitas dalam pemrograman atau pemberian instruksi kepada komputer
dalam berbagai bentuk seperti PC, server, perangkat IoT, robot dan lainnya, yang
menerapkan solusi yang dirumuskan melalui berpikir komputasional.

relasi antara koding dan pemrograman

Koding adalah proses mengubah ide menjadi instruksi yang dapat dipahami komputer menggunakan bahasa pemrograman, sedangkan pemrograman mencakup seluruh siklus pengembangan perangkat lunak. Koding merupakan bagian dari pemrograman dan menjadi pintu masuk bagi peserta didik untuk memahami logika komputasi serta menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. 


 

Pembelajaran koding dapat dilakukan melalui metode plugged (menggunakan komputer), unplugged (tanpa perangkat digital), dan internet-based (berbasis daring), yang semuanya melibatkan penerapan berpikir komputasional dan algoritma.

Kecerdasan Artifisial (KA) adalah cabang ilmu komputer yang berfokus pada pengembangan sistem yang mampu melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, seperti pengenalan pola, pengambilan keputusan, dan pemrosesan bahasa alami. Definisi KA bervariasi, mulai dari kemampuan berpikir dan bertindak seperti manusia hingga bertindak secara rasional berdasarkan data. Dalam sejarahnya, perkembangan KA dimulai dari gagasan Alan Turing dengan Turing Test pada tahun 1950, kemudian berkembang melalui Konferensi Dartmouth (1956), sempat mengalami kemunduran pada era "musim dingin KA" di 1980-an, dan bangkit kembali sejak tahun 2000-an seiring kemajuan machine learning, big data, dan komputasi.

KA terbagi menjadi dua jenis utama: Narrow AI (untuk tugas spesifik seperti sistem rekomendasi) dan General AI (dengan kemampuan berpikir luas seperti manusia). Pendekatan pengembangannya meliputi machine learning—yang memungkinkan sistem belajar dari data—dan deep learning—yang meniru jaringan saraf otak untuk mengenali pola-pola kompleks. Selain aspek teknis, KA juga merupakan bidang interdisipliner yang mencakup etika, hukum, dan dampak sosial, termasuk persoalan bias algoritma, privasi data, serta tanggung jawab atas keputusan yang dibuat oleh sistem cerdas.

Dalam dunia pendidikan, KA memberikan manfaat besar, seperti mempersonalisasi pembelajaran, meningkatkan efisiensi belajar, dan memfasilitasi interaksi cerdas. Oleh karena itu, penting bagi peserta didik untuk memahami konsep dasar KA, termasuk cara kerjanya dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Literasi KA bagi siswa tidak hanya mencakup keterampilan teknis, tetapi juga pengembangan pemikiran kritis dan kesadaran etika. Dengan membekali peserta didik pemahaman KA sejak dini, sekolah berkontribusi membentuk generasi yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga bijak dan bertanggung jawab dalam memanfaatkannya.

D. Elemen dalam Koding dan Kecerdasan Artifisial

1. Berpikir Komputasional

Berpikir komputasional, seperti yang didefinisikan oleh Wing (2006), disajikan sebagai keterampilan dan pola pikir dasar yang tidak terbatas pada ilmuwan komputer tetapi dapat diterapkan secara universal.

Proses berpikir komputasional dapat dibagi menjadi empat pilar:

  1. Dekomposisi, yaitu proses memecah masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih dapat dikelola. Ini memungkinkan pendekatan yang lebih sistematis dalam memecahkan masalah.
  2. Pengenalan pola, yaitu proses identifikasi pola atau kesamaan yang berulang dalam data atau di berbagai masalah. Mengenali pola-pola ini dapat mengarah pada penerapan solusi yang serupa dalam berbagai konteks.
  3. Abstraksi, adalah proses menyaring informasi yang tidak perlu dan fokus pada detail yang relevan yang penting untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ini memungkinkan pendekatan yang lebih efisien dan terarah
  4. Algoritma, melibatkan pengembangan urutan instruksi yang logis dan bertahap untuk mencapai solusi. Ini menekankan pendekatan terstruktur dan metodis dalam memecahkan masalah.

Intinya, berpikir komputasional adalah proses kognitif yang digunakan untuk
merumuskan solusi dengan cara yang dapat dilaksanakan oleh komputer. Ini meningkatkan kemampuan analitis seseorang dan dapat mengarah pada tindakan
komputasi, yang mencakup penerapan praktis teknologi dan pemrograman.

Keterampilan dasar ini sangat penting untuk memahami cara melakukan koding dan untuk memahami prinsip-prinsip di balik kecerdasan artifisial.

2. Langkah Mendesain Penerapan Berpikir Komputasional

  1. Menentukan topik yang akan diterapkan dalam pembelajaran berpikirkomputasional untuk diselesaikan, dibahas, atau diajarkan.
  2. Mencari ide alat bantu yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk memecahkantopik yang dipilih sebagai masalah yang akan diselesaikan. Alat bantu ini dapat berupa permainan (kartu, sticky note, dll.), alat peraga, multimedia, atau block programming (seperti Scratch).
  3. Menyusun ide alat bantu menjadi skenario pembelajaran yang sistematis dan menyesuaikannya dengan metode pembelajaran berbasis peserta didik aktif yang sesuai. Skenario ini kemudian diintegrasikan ke dalam dokumen perangkat pembelajaran seperti modul ajar, LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik), bahan ajar, media ajar, atau instrumen evaluasi.
  4. Melaksanakan proses pembelajaran mulai dari pembukaan, inti, hingga evaluasi berdasarkan ide alat bantu yang telah disiapkan. Selama proses pembelajaran, pendidik perlu melibatkan peserta didik secara aktif, mengamati, memberikan bantuan jika diperlukan, dan membuat kesimpulan bersama peserta didik.
  5. Melakukan dokumentasi (mencatat dan menyimpan momen digital selama proses) dan melaksanakan evaluasi pembelajaran sebagai dasar refleksi untuk perbaikan di masa depan.

 Berpikir komputasional menghitung modulus dengan analogi jam

permainan jam modulus
Contoh-contoh pembelajaran Berpikir Komputasional secara unplugged dapat
didapatkan dari beberapa sumber:
- CSUnplugged - https://www.csunplugged.org/en/
- Code.org - https://code.org/
- Bebras Indonesia - https://www.bebras.or.id/

3. Literasi Digital

Literasi digital adalah keterampilan penting yang mencakup pemahaman dan kemampuan menggunakan teknologi digital secara bijak dan bertanggung jawab. Ini mencakup pemanfaatan perangkat keras, perangkat lunak, dan aplikasi TIK untuk mengakses informasi, berkomunikasi, serta memecahkan masalah. Peserta didik perlu memahami dasar sistem komputer, jaringan, dan komunikasi digital, serta mengenal konsep informatika seperti algoritma, analisis data, dan kecerdasan buatan. Selain itu, mereka juga perlu mengenali dampak media sosial, menjaga privasi, memahami keamanan data, serta mampu memilah informasi yang benar dan menghindari konten yang menyesatkan.

Lebih dari sekadar teknis, literasi digital menuntut kemampuan berpikir kritis dalam menilai informasi serta kesadaran akan dampak teknologi terhadap lingkungan dan kesehatan, termasuk pengelolaan limbah elektronik dan penggunaan energi. Pendidikan literasi digital harus menanamkan etika dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi, agar peserta didik dapat menjadi pengguna digital yang cerdas, beretika, dan produktif. Dalam era yang semakin terhubung, keterampilan ini menjadi syarat utama untuk berpartisipasi aktif dalam dunia kerja dan kehidupan sosial, seperti didefinisikan oleh UNESCO sebagai kemampuan untuk mengakses, memahami, dan menciptakan informasi melalui teknologi digital secara aman dan tepat guna.

4. Literasi dan Etika Kecerdasan Artifisial

landskap ka

Penjelasan dari Lanskap KA:
 

1. Machine Learning: Ini adalah bagian dari KA yang merujuk pada sistem yang dapat belajar sendiri. Model pembelajaran mesin mengambil data dan menyesuaikan data tersebut dengan algoritma, untuk membuat prediksi seperti berapa banyak uang yang mungkin dihasilkan sebuah toko dalam sehari.
 

2. Deep Learning: Ini adalah subkategori dari pembelajaran mesin yang berbasis pada jaringan saraf buatan. Proses pembelajaran ini disebut mendalam karena struktur jaringan saraf buatan terdiri dari beberapa lapisan input, output, dan tersembunyi. Setiap lapisan berisi unit-unit yang mengubah data input menjadi informasi yang dapat digunakan oleh lapisan berikutnya untuk suatu tugas prediktif tertentu. Ini beroperasi pada kumpulan data yang sangat besar.
 

3. KA Generatif: Ini adalah subkategori dari model Deep Learning yang dapat menghasilkan konten baru berdasarkan apa yang dijelaskan dalam input. Kumpulan model KA generatif ini dapat menghasilkan bahasa, kode, dan gambar.

Etika Kecerdasan Artifisial (KA) penting dipahami peserta didik karena sistem KA dibuat dan dilatih oleh manusia, sehingga dapat mengandung bias. Mereka perlu diajarkan pentingnya keadilan, akuntabilitas, dan transparansi dalam penggunaan KA, serta menyadari dampak bias terhadap pengambilan keputusan. Selain itu, pemahaman tentang privasi data dan keamanan informasi juga perlu ditanamkan untuk membentuk sikap bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi digital.

5. Pemanfaatan dan Pengembangan Kecerdasan Artifisial

Pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan buatan (KA) yang relevan untuk peserta didik di sekolah dasar dan menengah dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama, dengan pendekatan yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan kemampuan mereka.
 

Di sekolah dasar, fokusnya adalah pada pengenalan konsep KA yang sederhana dan aplikatif serta membangun minat tentang KA. Contoh pemanfaatan KA meliputi: aplikasi pengenalan gambar untuk belajar tentang objek dan makhluk hidup, serta permainan edukatif yang memanfaatkan KA untuk memberikan umpan balik dan personalisasi pembelajaran. Hal ini membantu menumbuhkan rasa ingin tahu dan pemahaman tentang cara kerja KA secara fundamental.

Patut menjadi perhatian bagi pendidik untuk berhati-hati mengenalkan pemanfaatan perangkat KA, jangan sampai membuat peserta didik menjadi ketergantungan atau kecanduan, sehingga justru menghambat kemampuan berpikir kritis peserta didik.

E. Penutup

Demikianlah yang bisa saya rangkumkan dari Modul 1 Mata Pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial pada Kurikulum Nasional jenjang Sekolah Dasar.

Baca lengkapnya:

 

Tambahan:

 


Jika ada kurang lebihnya harap dimaklumi, terima kasih

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Sumber Referensi:

  • Modul 1 Mata Pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial pada Kurikulum Nasional Kemendikdasmen Tahun 2025 
  • https://youtu.be/NMEMxRDtqCs?si=QyAHuNNVqszggzWG
Nir Singgih
Nir Singgih Seorang operator sekolah yang ingin berpartisipasi memajukan pendidikan dengan membantu Bapak/Ibu Guru membuat administrasi dan menyajikan data valid.

Posting Komentar