Kode 2FA/2SV Sudah Menjadi Standar Keamanan di Dunia Digital
Assalamualaikum Wr. Wb.
Halo sahabat GTK semua, salam sehat dan bahagia.
Di era digital saat ini, keamanan data menjadi salah satu aspek yang paling krusial. Password saja tidak lagi cukup untuk melindungi akun dari ancaman peretasan. Inilah sebabnya Two-Factor Authentication (2FA) dan Two-Step Verification (2SV) telah menjadi standar keamanan global di berbagai layanan digital, termasuk aplikasi-aplikasi yang digunakan oleh Kementerian Pendidikan.
![]() |
Tampilan Info GTK menggunakan Google Authenticator |
Sebelum lanjut mungkin ingin baca postingan sebelumnya tentang: Panduan Praktis Login dan Aktivasi MFA ASN Digital
A. Apa itu 2FA dan 2SV?
2FA (Two-Factor Authentication) adalah metode autentikasi yang menggunakan dua faktor berbeda untuk memverifikasi identitas pengguna, misalnya password (sesuatu yang diketahui) dan kode dari aplikasi Google Authenticator (sesuatu yang dimiliki).2SV (Two-Step Verification) adalah metode verifikasi dengan dua langkah, meskipun terkadang masih dalam faktor yang sama, misalnya password dan OTP via SMS.
Dengan tambahan lapisan keamanan ini, walaupun password dicuri, akun tetap terlindungi karena peretas tidak memiliki akses ke perangkat atau aplikasi autentikasi pengguna.
B. Google Authenticator: Pilihan Populer
Salah satu aplikasi yang paling banyak digunakan untuk mendukung 2FA adalah Google Authenticator
- Aplikasi ini menghasilkan kode verifikasi 6 digit yang berubah setiap beberapa detik.
- Tidak membutuhkan koneksi internet atau SMS, sehingga lebih aman dibanding OTP via SMS.
- Banyak layanan digital besar, termasuk aplikasi pemerintahan, sudah mendukung integrasi dengan Google Authenticator.
Dapat di Gunakan Secara Offline?
Google Authenticator bisa digunakan walaupun terpisah dari aplikasi lain karena cara kerjanya berbasis algoritma waktu (TOTP) dan kunci rahasia (secret key) yang sudah disimpan di perangkat sejak pertama kali melakukan pendaftaran.
Saat pengguna login di aplikasi atau layanan tertentu, server penyedia layanan akan menghitung kode berdasarkan waktu dan kunci rahasia yang sama, sementara Google Authenticator di ponsel juga menghitung kode dengan cara yang sama secara lokal.
Karena keduanya menggunakan rumus dan data yang identik, kode yang dihasilkan akan cocok tanpa perlu koneksi internet langsung antara aplikasi Authenticator dan layanan yang digunakan.
6 Digit Kode?
Kode autentikasi umumnya menggunakan 6 digit karena dianggap sebagai standar yang seimbang antara keamanan dan kemudahan; dengan 6 digit tersedia satu juta kemungkinan kombinasi sehingga sulit ditebak dalam waktu singkat, apalagi kode hanya berlaku sekitar 30 detik, sementara jumlah ini masih cukup praktis untuk diketik oleh pengguna; jika hanya 4 digit kombinasi terlalu sedikit dan mudah dibobol, sedangkan jika lebih panjang seperti 8 atau 10 digit memang lebih aman tetapi justru menyulitkan pengguna, sehingga 6 digit dipilih sebagai standar global sesuai protokol OTP (RFC 4226 dan RFC 6238).
C. Implementasi di Aplikasi Kementerian Pendidikan
Sebagai tenaga administrasi sekolah sekaligus operator Dapodik, kita tentu sudah merasakan langsung perubahan sistem keamanan pada berbagai aplikasi Kementerian Pendidikan.
Beberapa contohnya:
- Info GTK – sudah menerapkan verifikasi berlapis untuk login.
- PTK Datadik – mulai mengintegrasikan sistem autentikasi berbasis kode OTP atau aplikasi autentikasi.
- Aplikasi Dapodik dan layanan pendukung lainnya – semakin ketat dalam menerapkan standar keamanan agar data guru dan siswa tetap terlindungi.
Hal ini sejalan dengan upaya Kementerian untuk menjaga keamanan data pendidikan yang sangat sensitif, mulai dari identitas peserta didik, guru, hingga data kelembagaan sekolah.
D. Dilema bagi Operator Sekolah?
- Perlindungan Data – data pendidikan adalah aset penting yang tidak boleh jatuh ke tangan yang salah.
- Mencegah Penyalahgunaan Akun – dengan 2FA/2SV, akun operator, guru, dan tenaga kependidikan lebih aman dari peretasan.
- Mendukung Regulasi Keamanan Digital – sesuai standar keamanan yang kini diterapkan di berbagai sektor, termasuk pendidikan.
Sebagai operator, sering kali kita diminta membantu guru untuk mengecek data di aplikasi-aplikasi Kementerian Pendidikan seperti Info GTK, PTK Datadik, Dapodik, maupun akun SIMPKB. Akibatnya, operator harus menyimpan banyak akun dan password guru agar bisa membantu memantau atau memperbaiki data.
Dengan adanya penerapan 2FA/2SV, pekerjaan ini semakin ribet karena tidak cukup hanya menyimpan username dan password, tetapi juga harus melewati verifikasi tambahan berupa kode OTP atau aplikasi autentikator yang biasanya terhubung ke HP masing-masing guru.
Di satu sisi, sistem ini memang meningkatkan keamanan akun guru, melindungi dari peretasan dan penyalahgunaan. Namun di sisi lain, operator sekolah menghadapi tantangan baru:
- Harus sering berkoordinasi dengan guru ketika kode OTP dibutuhkan.
- Tidak bisa lagi melakukan login langsung tanpa akses ke perangkat autentikasi guru.
- Tugas administrasi jadi lebih lambat karena harus menunggu proses verifikasi.
Dilema utamanya adalah menjaga keseimbangan antara keamanan data guru dengan efektivitas kerja operator. Idealnya, setiap guru lebih aktif mengelola sendiri akunnya, sementara operator hanya mendampingi atau membantu saat ada kendala teknis, sehingga keamanan tetap terjaga tanpa membebani operator dengan tanggung jawab menyimpan terlalu banyak akun.
E. Penutup
Keamanan digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan utama. Penggunaan 2FA/2SV dengan aplikasi seperti Google Authenticator telah menjadi standar global dan kini juga diterapkan dalam berbagai layanan Kementerian Pendidikan.
Sebagai tenaga administrasi sekolah dan operator Dapodik, kita perlu memahami dan membiasakan diri dengan sistem keamanan ini, agar data pendidikan tetap terlindungi, dan pelayanan digital dapat berjalan lebih aman serta terpercaya.
Sebagai penutup, dapat kita pahami bahwa kemajuan teknologi keamanan seperti 2FA dan 2SV memang membawa konsekuensi pada pola kerja di sekolah. Namun, dengan kesadaran bersama akan pentingnya menjaga kerahasiaan data dan pembagian peran yang jelas antara guru dan operator, tantangan ini justru bisa menjadi momentum untuk meningkatkan literasi digital di lingkungan pendidikan.
Guru yang mandiri dalam mengelola akunnya bukan hanya meringankan beban operator, tetapi juga memperkuat budaya keamanan data di sekolah, sehingga tercipta keseimbangan antara perlindungan informasi dan kelancaran administrasi.
Semoga bermanfaat,
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Sumber referensi:
https://chatgpt.com/
https://www.bing.com/images/create
Posting Komentar
2. Semua komentar kami baca, namun tidak semua dapat dibalas harap maklum.
3. Beri tanda centang pada "Beri tahu saya" untuk pemberitahuan jika komentar Anda telah kami balas.