CARA PERPAJAKAN BENDAHARA SEKOLAH LIHAT PMK NOMOR 231/PMK.03/2019

Daftar Isi

CARA PEMOTONGAN, PEMUNGUTAN, PENYEORAN, PELAPORAN PAJAK BAGI BENDAHARA SEKOLAH LIHAT PMK NOMOR 231/PMP.03/2019 TAHUN 2019

Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang perpajakan bagi Bendahara Sekolah baik itu bersumber dari Dana BOS ataupun BOP.

cara perpajakan bendahara sekolah
Cara perpajakan bendahara sekolah


Walaupun sebetulnya sekarang ini sudah tidak ada lagi NPWP Bendahara Sekolah karena sudah dihapus, dan untuk pelaporan perpajakan menggunakan NPWP Dinas Pendidikan (Instansi Pemerintah).

Tentang bagaimana cara pemototongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak bagi bendahara instansi pemerintah dapat di lihat pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 231/PMK.3/2019.

Berikut kami rangkumkan point-point tentang perpajakan yang bisa dijadikan acuan bagi Bendahara Sekolah yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 231 /Pmk.03/2019 Tentang Tata Cara Pendaffaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan Dan/Atau Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi Pemerintah

Mari kita lihat pada bagian BAB III TATA CARA PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK ATAS BELANJA DAN PENDAPATAN PEMERINTAH


A. Pemungutan PPh

Bagian Kesatu

Pemotongan danjatau Pemungutan PPh yang Terutang atas Belanja Pemerintah

Pasal 8

( 1) Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemotong dan/ atau pemungut PPh yang terutang sehubungan dengan belanja pemerintah.

(2) Instansi Pemerintah wajib memotong atau memungut, menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang atas setiap pembayaran yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh.

(3) PPh yang wajib dipotong dan/ a tau dipungut oleh Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:

  • a. PPh Pasal 4 ayat (2);
  • b. PPh Pasal 15;
  • c. PPh Pasal 21;
  • d. PPh Pasal 22;
  • e. PPh Pasal23; dan
  • f. PPh Pasal 26.
aspek perpajakan bendahara sekolah


(4) Pemotongan dan j atau pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 11

( 1) Pemotongan PPh Pasal 21 se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c, yaitu pemotongan PPh atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

(2) Instansi Pemerintah tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas:

  • a. pembayaran kepada Wajib Pajak yang memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) berdasarkan Peraturan Pemerintah dimaksud; atau
  • b. pembayaran penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak yang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Be bas Pemotongan dan/ atauPemungutan PPh berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan danjatau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain, yang telah dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan Surat Keterangan Bebas dimaksud.

(3) Pedoman teknis mengenai penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Angka IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 13

(1) Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e, yaitu pemotongan PPh atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap berupa:

a. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

b. royalti;

c. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21;

d. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2);

e. imbalan sehubungan dengan jasa yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

(2) Instansi Pemerintah tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas:

  • a. penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank;
  • b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  • c. penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/ atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  • d. imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan;
  • e. imbalan sehubungan dengan Jasa pengangkutan/ ekspedisi yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh;
  • f. imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UndangUndang PPh; dan/ atau
  • g. penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannyasebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak yang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/ atau Pemungutan PPh berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penga.Juan permohonan pembebasan daripemotongan dan/ atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain, yang telah dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan Surat Keterangan Bebas dimaksud.

(3) Pedoman teknis mengenai penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Angka VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

B. Pengumungutan PPN

Bagian Kedua

Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM yang Terutangatas Belanja Pemerintah

Pasal 16

(1) Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah.

(2) Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pedoman teknis mengenai penghitungan dan pemungutan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Angka VIII Huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 18

(1) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, dalam hal:

  • a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (duajuta rupiah);
  • b. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat sesua1 ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu kredit pemerintah;
  • c. pembayaran untuk pengadaan tanah;
  • d. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina
  • (Persero);
  • e. pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
  • f. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/ atau
  • g. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak danjatau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
pemungutan pajak bendahara sekolah


(2) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.

hitung ppn bendahara sekolah


Pasa1 19

(1) PKP Rekanan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) wajib membuat Faktur Pajak pada saat menyampaikan tagihan kepada Instansi Pemerintah berdasarkan dokumen penagihan, untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.

(2) Faktur Pajak dibuat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.

C. Pajak Daerah Makan Minum

Selain pajak pusat yang sudah saya tuliskan di atas, ada juga pajak yang harus di pungut dan di setorkan ke Daerah. Pajak ini juga harus di bukukan secara rapi di pembukuan Keuangan Dana BOS kita sebut dengan istilah Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)

Pada Juknis BOS 2021 disebutkan bahwa Pajak terkait penggunaan Dana BOS Reguler di sekolah mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pajak nasional dan pajak daerah.



Pajak Makan Minum (Daerah) ini memang tidak tertera dalam PMK NOMOR 231/PMK.03/2019.

Saya sendiri masih belum menemukan PMK yang mengatur tentang ini, bila pembaca tahu mohon kami diberi tahu.

Namun yang pasti peraturan tentang pajak makan minum daerah diatur dalam perda / perbub masing-masing. Pajak makan minum ini berkaitan dengan pajak Restoran/Ketering.

Besaran untuk pajak darah Makan Minum adalah 10% tanpa batasan minimal dasar pengenaan pajak.

Pajak Daerah Makan Minum Restoran disetorkan di Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPPKD) setempat.

Jadi untuk belanja Makan  Minum, bendahara sekolah harus menyetorkan pajak PPh 23 (2%) dan Pajak Dearah (10%)


D. Penutup

Demikianlah tentang sekilas informasi cara perpajakan baik itu pemungutan, penyetoran, dan laporan pajak bagi bendahara sekolah yang dapat dilihat pada PMK Nomor 231/PMK.03/2019

Apabila Bapak/Ibu Bendahara Sekolah menggunakan Aplikasi Pembukuan Keuangan Sekolah ARKAS  dari Kemendikbudristek sebetulnya akan sangat membantu dalam menghitung pajak karena bisa langsung otomatis.

Agar lebih jelas silahkan download file peraturan menteri kuangan tersebut karena pada lampirannya sudah diberikan contoh bagaimana cara mengihitung pajak

DOWNLOADhttps://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2019/231~PMK.03~2019Per.pdf

Demikian, mohon koreksi bila ada kekeliruan, dan semoga bermafaat. Terima Kasih

Update: Tahun 2022, Pajak PPN Naik Menjadi 11%

Pajak PPN 11 Persen


Sumber Referensi:

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/137111/pmk-no-231pmk032019

Nir Singgih
Nir Singgih Seorang operator sekolah yang ingin berpartisipasi memajukan pendidikan dengan membantu Bapak/Ibu Guru membuat administrasi dan menyajikan data valid.

Posting Komentar